Jumat, 29 Juli 2011

Gajah serang kebun warga

MONDAY, 30 MAY 2011 19:08

MEULABOH - Ratusan warga pedalaman di Kecamatan Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat, kini resah, karena gangguan gajah liar di kawasan itu semakin parah. Selain mengobrak-abrik sekitar 15 hektare (ha) kebun sawit warga, hewan berbelalai itu juga merusak sebuah gubuk yang difungsikan sebagai lumbung padi untuk menyimpan gabah yang baru dipanen.

Camat Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat, M Nur Yasin, kemarin mengatakan, gajah yang mengganggu itu tidak banyak, melainkan hanya satu ekor. Tapi daya destruktifnya cukup tinggi dan masif. Dalam beberapa hari saja beraksi, gajah tunggal itu sudah mengobrak-abrik sekitar 15 ha kebun sawit warga di Desa Pulo Teungoh, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat.

Selain itu, gajah dewasa tersebut juga beraksi di Desa Lango, kecamatan yang sama, pada Kamis (27/5) lalu. Di sini, padi yang tersimpan di sebuah gubuk petani yang difungsikan sebagi lumbung padi pascapanen, ikut dilahapnya. Bahkan, gubuk tersebut dirusaknya. “Ini sebab, masyarakat di kawasan pedalaman itu semakin ketakutan. Apalagi letak desa dengan kawasan hutan tempat gajah itu hidup, sangat dekat,” ujar Camat M Nur Yasin.

Menurutnya, gangguan yang disebabkan gajah tunggal itu telah berulang kali terjadi. Warga pun sudah melakukan berbagai upaya agar gangguan satwa yang dilindungi itu segera berakhir. Akan tetapi, gangguannya terus berlanjut, sehingga masyarakat kian resah.

Camat mengaku sudah berulang-ulang menyurati instansi terkait supaya segera turun tangan mengatasi gangguan gajah di pedalaman Pante Ceureumen, Aceh Barat itu. Akan tetapi, hingga kini belum terlihat upaya apa pun ke arah sana.

“Mestinya pihak berwenang segera mengatasinya, jangan sampai kerugian dan keresahan warga bertambah, juga jangan sampai jatuh korban jiwa,” ujar Camat Nur Yasin penuh harap.

Sumber : waspada.co.id

Selasa, 12 Juli 2011

Tiga Raqan Aceh Barat Harus Dikonsultasikan ke Jakarta

Mon, May 9th 2011, 09:50

MEULABOH - DPRK Aceh Barat memutuskan menunda sidang paripurna sembilan rancangan qanun (raqan) yang semula dijadwalkan akan digelar pekan ini. Keputusan ini diambil karena tiga dari sembilan raqan itu harus dikonsultasikan kembali ke tiga kementrian terkait di Jakarta.

Anggota Badan Legislasi DPRK Aceh Barat, Ir T Risman kepada Serambi Minggu (8/5) menyebutkan, ketiga raqan yang harus dikonsultasikan kembali ke tiga kementrian di Jakarta adalah Raqan Tarif Pelabuhan Jetty bantuan Singapura di Suak Indrapuri Meulaboh, Raqan Tarif Penyeberangan Feri Meulaboh-Simeulue di Kuala Bubon, serta Raqan Tarif Umum Retribusi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah. “Ketiga raqan itu harus dikonsultasikan kembali ke Kementrian Perhubungan, Kemetrian Dalam Negeri, dan Kementrian Keuangan,” ujar Risman.

Menurut dia, langkah ini harus dilakukan karena saat dikonsultasikan ke Biro Hukum Pemerintah Aceh tak ada jawaban. Risman juga mengatakan, pihak Pemerintah Aceh akan mendampangi legislatif dan eksekutif Aceh Barat yang berangkat ke Jakarta untuk kepentingan tersebut, sehingga saat akan diparipurna tak menjadi masalah lagi. Dari hasil konfirmasi ke Jakarta tim ini akan bertemu dengan pihak terkait di tiga kementrian itu pada pekan depan.

“Sedangkan enam raqan lain sudah final pembahasan dan sudah mendapat persetujuan dari Pemerintah Aceh guna bisa disahkan. Setelah tiga raqan ini final maka langsung disahkan,” jelas politisi PAN ini.(riz)

Sumber : Serambinews.com

Dishut Diminta Usut Penebangan Hutan

Sun, May 8th 2011, 09:00


Dua anggota DPRK Aceh Barat, Ibrahim dan Ramli memperlihatkan surat Kemenhut RI, yang memerintahkan Dinas Kehutanan mengusut soal penebangan secara besar-besaran hutan untuk areal PT PAAL di Aceh Barat, Jumat (6/5) SERAMBI-RIZWAN

MEULABOH - Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan Kementerian Kehutanan RI, telah memerintahkan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Kehutanan Aceh Barat untuk mengusut temuan DPRK Aceh Barat soal hutan. Sebelumnya, dewan melaporkan sejumlah lokasi hutan di Aceh Barat telah ditebang secara ilegal untuk areal perkebunan PT Prima Agro Aceh Lestari (PAAL) untk lahan perkebunan sawit.

Kadis Kehutanan dan Perkebunan Aceh Barat, T Helmi SP MM menjawab Serambi, Jumat (6/5) membenarkan bahwa pihaknya sudah membentuk tim yang akan turun ke lokasi sebagaimana yang dilaporkan itu.

“Tim kita turun pada Sabtu (7/5) ke lapanan atas surat bupati,” ujar Helmi seraya menyatakan laporan itu akan dilaporkan ke pimpinan serta selanjutnya juga akan disampaikan kepada Kementerian Kehutanan sebagaimana surat yang pernah diterimanya.

Dalam surat Kemenhut yang kopiannya diperoleh Serambi dinyatakan, memperhatikan surat DPRK Aceh Barat pada 25 Nopember 2010 dan surat Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan tanggal 23 Januari 2011 berisikan telah terjadi penebangan hutan secara besar-besaran secara ilegal yang dilakukan PT PAAL di Kecamatan Samatiga, Bubon, Arongan Lambalek, dan Woyla Barat, serta data di Kemenhut, bahwa perusahaan tersebut tidak mengajukan permohonan pelepasan hutan untuk perkebunan.

Karena itu, tulis surat ini, diminta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Aceh dan Dinas Kehutanan Aceh Barat untuk melakukan pengumpulan keterangan dan bila laporan itu mengandung kebenaran dan adanya bukti yang cukup telah melawan hukum di bidang kehutanan agar diproses sesuai hukum.

Surat yang diteken Ir Raffles B Panjaitan Msc tersebut ditembuskan ke Gubernur Aceh, Dirjen PHKA di Jakarta, Kapolda Aceh, Kajati Aceh, Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan kawasan Hutan di Jakarta, Bupati Aceh Barat, dan Kapolres Aceh Barat.

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRK Aceh Barat, Ibrahim Husen SE didampingi anggota, Ramli SE, mengatakan, pihaknya pernah menyurati Kemenhut agar diturunkan tim ke lapangan bahwa PT PAAL karena sejak tahun 2009 telah melakukan penebangan hutan secara besar-besaran secara ilegal dan merampas tanah milik rakyat.

Ibrahim mengatakan pihak DPRK siap menunjukkan lokasi hutan yang ditebang secara liar dan anehnya lagi perusahan perkebunan yang sejauh ini hanya baru izin prinsip sudah melakukan kegiatan di lapangan yakni membuka areal seluas 8.600 hektare. “Surat kita layangkan itu agar tim Kemenhut melihat langsung di lapangan dan segera menhentikan kegiatannya,” jelas Ibrahim.(riz)

Sumber : Serambinews.com